Artikel

Marrakkech: Kota Wisata dan Kisah Penutupan Puluhan Rumah Tahfidz

10 Sep 2020 12:54 WIB
1257
.
Marrakkech: Kota Wisata dan Kisah Penutupan Puluhan Rumah Tahfidz

Marrakech adalah nama satu kota besar yang dinobatkan oleh Pemerintah Maroko sebagai ibukota wisata negeri matahari terbenam tersebut. Hal ini sebagai bagian kebijakan pemerintah yang membagi ibukota negara menjadi empat ibukota dengan memilih empat kota yang berbeda. Kota Casablanka sebagai ibukota industri, Rabat ibukota admistrasi, Fes sebagai ibukota ilmu, dan terakhir Marrakech sebagai ibukota Wisata.

Kebijakan ini, hemat penulis, diambil pemerintah tidak lain dalam rangka pemerataan ekonomi, mempermudah dan memaksimalkan pelayanan serta menghindari kepadatan penduduk yang berlebihan di satu kota tertentu.

Maroko merupakan negera paling aman dengan sedikit gejolak dibanding negara-negara lainnya di kawasan Arab- Afrika. Rakyat yang loyal serta patuh merupakan satu prestasi pemerintah di bawah Kerajaan tersebut. Aturan yang tegas dari pemerintah dan kerajaan serta badan intelegen yang kuat juga sangat mendukung keadaan ini.

Baca juga: Matan Jurumiyah dan Sang Pengarang yang Tak Ditemukan Makamnya

Namun, pada pertengahan tahun 2013, kota Marrakech diwarnai sedikit kericuhan. Reaksi masyarakat atas kebijakan pemerintah cukup keras. Masyarakat memprotes pemerintah di bawah Kementrian Wakaf dan Urusan Agama Maroko yang melakukan penutupan atas puluhan Rumah Tahfid Al-Quran di kota merah tersebut.

Gelombang protes semakin merebak di masyarakat baik langsung maupun via media sosial. Mereka mengecam dan bahkan mengutuk kebijakan tersebut. Kebijakan yang sesat, kebijakan pemerintah fasik, pemerintah anti Al-Quran, tempat belajar kitab suci ditutup tempat maksiat dibiarkan, adalah contoh kata-kata keras para demonstran mengutuk pemerintah.

Pemerintah tidak diam. Menteri Wakaf dan Urusan Agama memberikan klarifikasi bahwa pemerintah sama sekali tidak anti apalagi memusuhi Al-Quran dan para penghafalnya. Sejarah telah membuktikan betapa pemerintah sangat memperhatikan dan mencintai para pelajar Al-Quran. Ribuan bahkan ratusan ribu para pelajar Al-Quran berada di bawah perhatian dan naungan pemerintah.  

“Namun semua memiliki aturan dan izin sesuai qonun atau undang-undang yang berlaku.” Demikian seperti dilansir Hespress tertanggal 1 Juli 2013.

Penutupan yang dilakukan pemerintah ini tak lain karena madrasah-madrasah—atau yang mereka sebut dengan Darul Quran—tadi tidak mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah. Bahwa aturan serta perijinan pemerintah tidak lain demi ketertiban dan perhatian dari pemerintah terhadap tempat-tempat pembelajaran Al-Quran. Bukan sebaliknya. Ini semua telah dibuktikan oleh sejarah Maroko selama ini. Bahkan sang Raja Muhammad V sendiri adalah seorang hafidz Al-Quran.

Baca juga: Shalawat Nariyah Pada Mulanya Bernama Shalawat Taziyah

Namun demikian, masyarakat yang kontra tetap tidak menerima penjelasan pemerintah. Terlebih para pendukung Syekh Maghrawi selaku pendiri dan pimpinan utama Jam'iyah duril Quran dengan puluhan rumah tahfid di bawahnya. Mereka menilai bahwa itu semua hanya alasan yang dibuat buat pemerintah saja.

Selain itu, bagi masyarakat yang tetap loyal kepada pemerintah justru mengamini penutupan ini. Mereka menilai bahwa penutupan tersebut sebenarnya bagian lanjutan dari kejadian dua tahun sebelumnya, di mana Maroko khususnya Marrakech digegerkan oleh ledakan bom restoran Argana di depan alun-alun Jamel Funa kota Marrakech. Sedikitnya 16 wisatawan yang sebagian besar manca negara meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka.

Pemerintah dengan sigap segera menelusuri kejadian buruk ini. Diasumsikan bahwa pelaku pengeboman, Adil Usmani memiliki hubungan dengan Syekh Al-Maghrawi. Dari keterangan warga setempat kepada penulis, dia adalah seorang tokoh utama Salafi Maroko murid dari Syekh Bin Baz dan Syekh Al-Albani.

Isu hubungan antara pelaku pengeboman dan Darul Quran yang dipimpinnya terus bergulir. Hingga dalam banyak kesempatan, Al-Maghrawi dengan jelas menyangkal tuduhan tersebut dan bahwa yang selama ini beliau ajarkan adalah konsep wasathiyah atau sikap moderat dan menolak paham ekstrimisme.

Baca juga: Pajaro Negro, Musik dan Budaya Bersolek di Eropa

Pada akhirnya seperti diberitakan Herpress (27/9/2016), melalui proses panjang hingga kemudian seluruh Darul Quran di bawah kepemimpinannya dibuka kembali setelah tiga tahun dua bulan ditutup oleh pemerintah. Namun disayangkan bahwa kabar gembira ini dibarengi dengan isu Al-Maghrawi tersandung kasus politik.

Muhammad Makhludi
Muhammad Makhludi / 15 Artikel

Tinggal di Cilacap Jawa Tengah Block 60. Seorang khadam kampung. Pernah nyantri di Leler dan Universitas Cady Ayyad Maroko.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: