Artikel

Kisah Harun As-Rasyid, Pemimpin yang Merakyat

25 Aug 2020 07:00 WIB
1255
.
Kisah Harun As-Rasyid, Pemimpin yang Merakyat

Pada satu malam musim panas di Baghdad, Khalifah Harun Ar-Rasyid berniat meninjau keadaan masyarakat secara langsung. Dia ditemani menteri sekaligus teman kecilnya, Ja’far Al Barmaki. Mereka menyamar sebagai kafilah pedagang dari jauh.

Khalifah mendekati toko seorang penjual pisau belati buatan Suriah.

“Berapa harga belati ini?” Tanya Khalifah Harun Ar-Rasyid.

Pedagang itu menjawab, “Delapan Dirham.”

Khalifah Harun Ar-Rasyid tercengang oleh harga semahal itu untuk sebilah belati. Penjual itu hanya bisa mengeluh. Dia harus membayar pajak yang selalu naik. Ditambah pula, tingginya harga sewa toko dan pungutan uang keamanan.

Dia juga dipaksa memberi amplop kepada setiap pejabat agar urusannya cepat ditangani. Tidak ada pilihan selain menaikkan harga dagangan. Tak segan, orang Arab penjual itu mencela Khalifah Harun Ar-Rasyid karena sibuk membangun istana baru dengan dinding-dinding emas dan perak. Lagi pula, ia juga tidak pernah melihat wajah Khalifah.

Sebelum pergi, khalifah yang sedang menyamar itu memberikan sekeping Dirham emas keluaran terbaru. Karena ragu, penjual itu sampai menggigitnya untuk membuktikan keaslian emas yang baru saja diterimanya.

Keesokan hari, Harun Ar-Rasyid mengadili semua pejabat yang berwenang dan aparat penjaga keamanan yang terbukti memeras dan menerima suap. Dia juga memerintahkan aturan perpajakan dievaluasi ulang agar tidak memberatkan rakyat.

Keputusan Khalifah Harun Ar Rasyid di atas tidak mungkin terjadi seandainya ia tidak mengetahui kondisi rakyatnya. Sebagai pemimpin, ia menyadari kekuasaan adalah amanat. Jalan terbaik mempertanggungjawabkannya adalah dengan mengayomi masyarakat. Setiap tanda tangan yang dibubuhkan di surat keputusan, tidak akan luput dari pengadilan akhirat kelak.

“Setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala adalah pemimpin bagi masyarakatnya dan akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyat yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘alaih).

Pemimpin yang merakyat akan mengorientasikan setiap kebijakan pada asas keadilan yang bercermin pada kondisi masyarakatnya. Bukan sebaliknya, merebut hati rakyat di awal pemilihan, lalu melupakannya ketika sudah menduduki kursi jabatan. Yang diharapkan rakyat dari pemimpinnya adalah berlaku adil dan berbuat baik. Sebagaimana firman Allah SWT, “Rendahkanlah sikapmu kepada orang yang mengikutimu dari kaum mukminin.” (QS As-Syu’ara’[26]: 90).

Pemimpin yang merakyat akan dicintai rakyat karena memudahkan urusan yang dipimpinnya. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada setiap pemimpin untuk memperhatikan setiap kebutuhan rakyat dan melarang  mempersulit urusan mereka.

Dari Abdurrahman bin Syimasah, ia berkata: Aku menemui Aisyah istri Rasulullah SAW untuk menanyakan tentang suatu hal. Dia berkata: Akan aku sampaikan padamu apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah SAW, bahwa dia pernah berdoa di rumahku: Ya Allah, barangsiapa yang menguasai urusan umatku lalu mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia dan barangsiapa yang menguasai urusan umatku lantas bertindak lemah lembut pada mereka, maka kasihilah dia.” (HR Muslim).

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Riyadhus Shalihin menerangkan bahwa sesuai petunjuk Hadits di atas, setiap pemimpin berkewajiban berlemah lembut kepada rakyat, berbuat baik dan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka.

Semoga kita dikaruniai pemimpin yang merakyat dan bijaksana, yang bekerja sepenuhnya untuk rakyat, seperti yang telah dilakukan Khalifah Harun Ar-Rasyid. Amin.

Redaksi
Redaksi / 439 Artikel

Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial. 

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: